BATUAN
SEDIMEN NONKLASTIK
Batuan sedimen
nonklastik adalah batuan sedimen yang pembentukannya berbeda dengan batuan
sedimen pada umumnya. Pada batuan sedimen non klastik ini, pengendapannya
melalui proses kimia-biologi-biokimia. Pada batuan ini juga tidak memerlukan
adanya batuan sumber dan proses fisik yang bekerja pada batuan sumber tersebut.
1. Rijang
Rijang
atau batu api adalah batuan
endapan silikat
kriptokristalin
dengan permukaan licin (glassy). Disebut "batu api" karena
jika diadu dengan baja
atau batu lain akan memercikkan bunga api yang dapat membakar bahan kering.
Batu
rijang mempunyai bentuk bedded dan nodular. Chert dengan bentuk bedded
biasanya ditemukan pada daerah laut dalam dan berasosiasi dengan radiolaria dan
lava bantal. Sedangkan chert dengan bentuk nodular biasa ditemukan pada
batugamping yang terbentuk oleh proses diagenesa berupa penggantian (replacement).
Rijang biasanya berwarna kelabu tua, biru, hitam, atau coklat tua. Rijang
(Chert), adalah batuan sedimen silikaan berbutir halus yang keras dan kompak.
Kebanyakan
perlapisan rijang tersusun oleh sisa organisme penghasil silika seperti diatom
dan radiolaria. Batuan Rijang terbentuk oleh kristal kuarsa berukuran lanau
(mikrokuarsa) dan kalsedon, sebuah bentuk silika yang terbuat dari serat
memancar dengan panjang beberapa puluh hingga ratusan mikrometer. Lapisan
rijang terbentuk sebagai sedimen primer atau oleh proses diagenesis.
Secara
umum dianggap bahwa batuan ini terbentuk sebagai hasil perubahan kimiawi pada
pembentukan batuan endapan terkompresi, pada proses diagenesis. Ada teori yang
menyebutkan bahwa bahan serupa gelatin yang mengisi rongga pada sedimen,
misalnya lubang yang digali oleh mollusca, yang kemudian akan berubah menjadi
silikat. Teori ini dapat menjelaskan bentuk kompleks yang ditemukan pada
rijang.
2. Batubara
Batubara
merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri
dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa
tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak
air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian
menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan
menjadi batubara.
Batubara
mempunyai warna hitam, struktur brittle, dengan tekstur bioklastik, ukuran
butir pasir ( 1/16 – 2 mm ), bentuk butir angular, sortasi baik, kemas
tertutup. Batuan tersusun oleh material-material organik, Berwarna hitam,
ukuran butir pasir ( 1/16 – 2 mm )
Dalam penyusunannya batubara
diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain
karbohidrat, lignin, protein, Resin, Tanin, Alkaloida, Porphirin dan
Hidrokarbon. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung
pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.
Pembentukan batubara pada umumnya
dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode
waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi
oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa
proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.
3.
Ironstone
Ironestone
atau logam besi adalah unsur umum dalam sedimen, meskipun keterdapatannya sedikit
pada hampir semua endapan. Batuan sedimen yang mengandung sedikitnya 15 %
logam disebut sebagai ironstone, dan ini menarik perhatian karena
kepentingan nilai ekonominya. Besi mungkin dalam bentuk oksida, hidroksida,
karbonat, sulfida atau silikat (Berner 1971).
Bijih biasanya amat kaya dengan besi oksida dan pelbagai
warna dari kelabu gelap, kuning menyala, ungu gelap, sehingga merah karat. Besi
itu sendiri biasanya terdapat dalam bentuk magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), goetit (FeO(OH)), limonit (FeO(OH).n(H2O)) atau siderit (FeCO3).
Mineral-mineral yang umum pada
sedimen ironstone.
Silicates
|
Glauconite
Chamosite
|
KMg(FeAl)(SiO3)6.3H2O
(Fe5Al)(Si3Al)O10(OH)8
|
Oxides
|
Haematite
Magnetite
|
Fe2O3
Fe3O4
|
Hydroxides
|
Goethite
Limonite
|
FeO.OH
FeO.OH.H2O
|
Carbonate
|
Siderite
|
FeCO3
|
Sulphide
|
Pyrite
|
FeS2
|
Silicates
|
Glauconite
Chamosite
|
KMg(FeAl)(SiO3)6.3H2O
(Fe5Al)(Si3Al)O10(OH)8
|
Proses
terbentuknya bijih sangatlah kompleks. Sering lebih dari satu proses bekerja
bersama-sama. Meskipun dari satu jenis bijih, apabila terbentuk oleh proses
yang berbeda-beda, maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda-beda pula.
4. Gipsum
Gipsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi
pada mineralnya. Gipsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium
sulfat dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gipsum
adalah salah satu dari beberapa mineral yang teruapkan. Contoh lain dari
mineral-mineral tersebut adalah karbonat, borat, nitrat, dan sulfat.
Gipsum termasuk mineral dengan sistem kristal monoklin 2/m,
namun kristal gipsnya masuk ke dalam sistem kristal orthorombik. Gipsum umumnya berwarna putih, kelabu, cokelat, kuning, dan
transparan. Hal ini tergantung mineral pengotor yang berasosiasi dengan gipsum.
Gipsum umumnya memiliki sifat lunak dan pejal dengan skala Mohs 1,5 – 2. Berat jenis gipsum antara 2,31
– 2,35, kelarutan dalam air 1,8 gr/liter pada 0 °C yang meningkat menjadi
2,1 gr/liter pada 40 °C, tapi menurun lagi ketika suhu semakin tinggi.
Gipsum memiliki pecahan yang baik, antara 66º sampai dengan 114º dan belahannya
adalah jenis choncoidal. Gipsum memiliki kilap sutra hingga kilap lilin,
tergantung dari jenisnya.
Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan
ketebalan yang bervariasi. Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap
akibat proses evaporasi air laut diikuti
oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah.
Sebagai mineral evaporit, endapan gipsum berbentuk lapisan di antara batuan-batuan
sedimen batu gamping, serpih
merah, batu pasir, lempung, dan garam batu,
serta sering pula berbentuk endapan lensa-lensa dalam satuan-satuan batuan
sedimen. Menurut para ahli, endapan gipsum terjadi pada zaman
Permian. Endapan gipsum biasanya terdapat
di danau, laut, mata air panas, dan jalur endapan belerang yang berasal dari gunung api.