waktu saya masih kecil dulu, saya sering banget beli burbu sum-sum. penjualnya itu seorang nenek.
suatu hari, waktu itu hari jumat.
Ibu : mau beli bubur?
saya, kakak saya, adik saya : mau . . . .
ibu : ya udah, dipanggil sana . . .
saya, kakak saya,adik saya : (lari kearah jendela ruang tamu diikuti ibu saya) mbah, bubur . . . . mbah, bubur . . . . (teriak-teriak khas anak kecil)
Ibu : mbah nya itu tuli . . . .
kakak saya : (lari keluar rumah, manggil si mbah penjual bubur)
saya : (masih diam saja didepan jendela ruang tamu liatin kakak saya yang lari-lari dijalanan)
Ibu :(berdiri di belakang saya)
Adik saya : (dengan tampang polos berteriak) tuli . . . . tuli . . . tuli . . .
saya : (spontan noleh ke arah adik saya)
Ibu : si mbahnya tuli, tuli itu ga bisa mendengar bukan namanya yang tuli.
adik saya : ow . . . . (sambil nyengir)
saya : (ngakak doang)
untungnya si mbah tuli beneran, siapa yang ga sakit hati kalo dipanggil "tuli". kabar si mbah penjual bubur itu semakin parah ketuliannya. tiap mau beli bubur, kita harus lari-larian ngejar dia dan nepuk pundaknya. waktu si mbah tanya, mau beli berapa, kita harus nunjukinnya pake gerakan-gerakan tangan atau nunjukin duwit nya. serasa ngomong sama orang tuna wicara. hahaha . . . . maaf ya mbah . . .
terakhir saya ketemu di angkutan umum, dia masih sehat kok, dia juga belum pikun, buktinya masih ingat saya.
semoga embah selalu diberi kesahatan, amin.
Salam damai dari pelanggan setia mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar